2 cangkir yang berada di nampan ini, ku bawa dari dapur ke teras depan rumah.
Sudah ada yang menunggu kehadiranku disana.
Dia.
Sesampainya disana, ku sunggingkan senyum terbaikku pada lelaki yang sangat ku cintai ini. Sampai ku rela memberi apapun untuknya.
"Ini kopinya. Kopi hitam dengan sedikit gula kan pak?" tanyaku padanya.
Ya, dia memang bapakku. Lelaki yang selama ini ku cintai. Tidak berkurang sedikit pun dari dulu hingga sekarang.
"Makasih ya. Lah, yang teh buat siapa de?"
Dede. Sapaan orang rumah kepadaku.
"Yang teh ya buat aku pak. Aku mau minumnya bareng bapak disini. Kayaknya enak."
Dia hanya tersenyum tidak membalas.
Dihesapnya kopi buatanku dari bibir cangkir. Sambil menutup mata. Sedap sekali.
Beberapa menit kemudian, dikeluarkannya kotak itu dari saku kemejanya.
Sebuah bungkus rokok yang sudah terdapat gambar slogan yang membuatku ngilu.
Entahlah, walaupun begitu dia tetap saja merokok. Tidak diperdulikannya slogan itu.
Lalu kopi dan rokok. Seolah-olah memang perpaduan yang pas untuk dinikmati di sore hari.
Dibakarnya ujung rokok itu. Mengubah warna tembakaunya menjadi kemerahan karena terbakar.
Ku ambil kotaknya. Mungkin masih ada beberapa batang lagi.
"Pak, aku mau satu ya rokoknya. Aku mau coba."
Entah darimana nyali untuk mengatakan itu. Kali ini aku mengatakannya dengan mudah.
Dia terkejut. Ya, tentu saja dia pasti terkejut.
Lalu ia membulatkan matanya dengan sorot tajam ke arahku.
"Jangan de. Kamu gak boleh ngerokok!" bentaknya.
Jujur saja aku sedikit takut. Tapi aku tetap dengan pendirianku.
Direbut kembali kotak itu.
"Kenapa gak boleh? Aku kan sama seperti bapak. Manusia juga. Ya cuma beda kelaminnya aja. Masa cuma karena itu, aku gaboleh ngerokok. Apa bedanya?"
"Enggak. Kamu tetap gaboleh!"
"Gaboleh kenapa? Aku heran sama bapak. Kenapa bapak boleh sedangkan aku tidak. Padahal sudah ada slogan yang tertera disitu. Aku tuh mau bapak sehat. Biar jauh dari rokok. Kalo bapak ngerokok, jadi aku mau ikut ngerokok juga. Biar aku ngerasain apa yang bapak rasain."
Dia tertegun. Bahkan melihatku saja tidak mau. Dilihatnya perkarangan rumah kami dengan mata kosong.
Pada akhirnya dia melihat ke arahku lagi.
"Jadi kamu maunya apa?" tanyanya.
"Berhenti ngerokok. Bisa?"
Dia terlihat berpikir lalu tersenyum. Aku bahkan tidak tega melihatnya seperti ini.
Dibuangnya rokok yang berada di bibirnya.
Bukan hanya rokok. Kotak rokoknya pun juga dibuang.
"Apapun untuk kamu, bapak akan lakukan. Tetapi jika kamu sampai ikut merokok cuma karena ini, bapak tidak rela."
Aku tersenyum penuh arti. Dia ingin sehat demi aku. Dia ingin membuang kebiasaannya demi aku. Dia juga ingin aku tetap sehat.
Ku rengkuh badan yang sudah menandakan usianya kini sudah tidak muda.
Bahkan aku tidak tega jika badannya ku peluk lebih dalam. Aku takut melukai dirinya.
Semoga dirimu sehat selalu pak. Semoga aku bisa lebih lama bersamamu. Aamiin. In shaa Allah.
Jakarta, 13 Agustus 2015
03.44 WIB
*gak jelas gitu sih postingan yang ini. Tapi ya intinya gitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar