Dihempaskan badannya di sandaran tempat duduknya kini. Di dalam busway. Peluh keringat yang sudah mengalir dari tadi sudah dihapus dengan tisue yang tersimpan di dalam tas kecilnya.
Menunggu kedatangan busway yang menuju rumahnya memang sangat memakan waktu. Kurang lebih setengah jam, yang ditunggunya baru datang.
Seperti biasa, setiap minggunya ia selalu ke perpustakaan umum yang berada di tengah kota. Membaca beberapa buku yang menurutnya bisa mengusir pikiran yang selama ini menganggunya.
Dilihat notifikasi ponselnya yang beberapa jam lalu ia abaikan.
Ada beberapa pesan masuk dan beberapa notif socmed yang terpajang. Tetapi hanya satu yang menarik perhatiannya. Ada satu panggilan tidak terjawab dari seseorang yang sudah lama tidak bertemu.
Dia tersenyum.
Nanti akan di telepon jika sudah dirumah. Pikirnya.
Di halte selanjutnya ada ibu-ibu paruh baya yang masuk ke dalam bus. Tidak ada tempat duduk yang kosong lagi.
Ia pun mencolek lengan sang ibu, bermaksud menawarkan tempat duduk. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terimakasih dengan lembut.
Setelah melemparkan senyum simpulnya kepada ibu tersebut, dia pun bersandar sambil berdiri di kaca jendela busway, melihat jalanan yang di laluinya.
Dipakainya earphone yang disimpan di dalam tasnya. Mendengarkan beberapa lagu mungkin dapat mengusir kebosanannya.
Beberapa lagu yang mengalir lembut di dengarnya dengan perasaan tenang. Tenang seperti di perpustakaan ketika ia sedang membaca beberapa buku.
Mulai dari penyanyi solo sampai ke penyanyi grup seperti mocca dan ten2five, mereka mengeluarkan lagu-lagu dengan melodi sendu.
Sendu dari lagu itu seolah-olah menghantar ke dalam hatinya.
Hatinya mulai bergetar.
Entah karena efek lagunya atau rindu yang teramat dalam pada seseorang yang sudah lama ingin di temuinya, perlahan-lahan di kaca busway terlihat bayangan orang itu.
Lelaki itu. Lelaki yang dicintainya tetapi ia tidak bisa mengungkapkannya. Lelaki yang selama ini membuat tidurnya nyenyak dengan mimpi indah. Yang membuat makannya tidak teratur karena memikirkannya.
Lelaki yang baru dikenalnya beberapa bulan tetapi sudah membuat dirinya tertawa ketika bernyanyi dan tersenyum ketika tidur.
Lelaki itu tersenyum ke arahnya.
Bayangan lelaki itu masih di kaca jendela. Tetapi entah kenapa seperti nyata.
Lengkung senyumnya, garis wajahnya, rambutnya.
Tidak ingin terlalu membayangkan lelaki itu, ia pun menggelengkan kepala. Ingin menghapus bayangan lelaki itu.
Satu halte lagi. Ia akan turun untuk transit busway yang dinaikinya untuk pindah jurusan.
Ia pun bersiap siap. Merapihkan rambutnya dan memasukkan earphone yang tadi di pakainya ke dalam tas. Lalu bergeser sedikit ke depan pintu.
Pintu busway terbuka, ia pun keluar dari busway.
Halte yang dipakai untuk transit ini memang banyak pengunjungnya. Ada beberapa tujuan yang berbeda.
Ia jalan dengan terburu-buru untuk mengejar busway yang menuju ke arah rumahnya. Tetapi belum sempat terkejar, ia menubruk seseorang.
"Maaf. Maaf. Aku tidak sengaja."
Hanya itu yang diucapkannya. Badannya berjalan mundur 2 langkah.
Tetapi ia masih mengingat parfume yang dipakai orang itu. Baunya seperti dia.
Tubuhnya terpaku. Tidak bisa untuk digerakkan sedikit pun.
Benar saja. Itu dia.
Lelaki itu.
Lelaki yang tersenyum padanya di bayangan kaca busway.
"Brian."
Lelaki itu tersenyum.
"Aku hubungi kamu tidak di jawab. Tetapi setelah kerumahmu, mbak Ati bilang kamu di perpustakaan kota. Aku bermaksud menyusulmu, tetapi bertemu disini hehe."
Tawanya masih sama seperti yang ia dengar terakhir kali mereka bertemu.
Ia sangat merindukan lelaki itu.
Ia ingin memeluknya, tetapi ia tahan karena ini tempat umum. Lagipula tidak lucu jika ia bukan siapa-siapa tapi memeluk lelaki itu tiba-tiba.
"Ayo kita pulang. Mobilku kutinggalkan dirumahmu." ajakan sang lelaki.
Wanita itu tersenyum. Ia tidak akan menolaknya. Sama sekali tidak ada niatan untuk menghindarinya.
Lelah yang dirasakan tadi tiba-tiba hilang setelah melihat lelaki itu.
"Ya."
Lalu lelaki itu mengaitkan jari jemarinya pada tangan mungil si wanita. Mereka akan pulang bersama.
Berjalan beriringan bersama layaknya sepasang kekasih. Tetapi pada kenyataannya mereka hanyalah teman.
Tetapi keduanya berharap semoga mereka bukan hanya berteman, mungkin mereka akan menjalin ke suatu hubungan yang lebih serius.
Semoga saja.
Karena suatu hubungan yang baik adalah berawal dari pertemanan. Karena di dalam pertemanan kita bisa mengenal satu sama lain.
"Aku senang dapat mengenalmu. Tidak pernah terpikir jika aku menyesalinya. Semoga kau pun juga begitu. Dan semoga pertemuan kita di waktu itu bukanlah suatu yang kebetulan. Aku harap begitu."
Fabrian&Fabella
Jakarta, 31 Juli 2015
01.56 WIB
Jumat, 31 Juli 2015
Jumat, 24 Juli 2015
Menata Kehidupanmu.
Memang, tanganku tidak seperti mereka.
Bukanlah tangan yang halus dan putih.
Tanganku kasar dan gelap.
Tetapi, tangan ini yang nantinya akan mengancingi kemejamu.
Menata dasimu.
Dan memakaikanmu jas.
Tangan ini yang nantinya akan menggenggam tanganmu.
Mengaitkan tangan kirimu.
Merangkul bahumu.
Tangan ini yang nanti akan menangkupkan wajahmu ketika air mata sudah tidak terbendung.
Yang akan memelukmu ketika emosi sudah tidak terkontrol.
Yang akan memegang tanganmu dengan erat disaat semangat sudah mulai surut.
Tangan ini juga yang menata kehidupanmu untuk lebih indah.
Bukan hanya kehidupanmu saja.
Kamu juga akan melengkapi kehidupanku untuk lebih indah.
Kamu yang nantinya akan mengisi hariku.
Menjadi lebih berwarna.
Dan kita akan menghadapinya bersama.
Untuk kamu, disana.
Aku menunggumu.
Kedatanganmu.
Semoga kau kembali.
Bekasi, 24 Juli 2015
00:48 WIB
Bukanlah tangan yang halus dan putih.
Tanganku kasar dan gelap.
Tetapi, tangan ini yang nantinya akan mengancingi kemejamu.
Menata dasimu.
Dan memakaikanmu jas.
Tangan ini yang nantinya akan menggenggam tanganmu.
Mengaitkan tangan kirimu.
Merangkul bahumu.
Tangan ini yang nanti akan menangkupkan wajahmu ketika air mata sudah tidak terbendung.
Yang akan memelukmu ketika emosi sudah tidak terkontrol.
Yang akan memegang tanganmu dengan erat disaat semangat sudah mulai surut.
Tangan ini juga yang menata kehidupanmu untuk lebih indah.
Bukan hanya kehidupanmu saja.
Kamu juga akan melengkapi kehidupanku untuk lebih indah.
Kamu yang nantinya akan mengisi hariku.
Menjadi lebih berwarna.
Dan kita akan menghadapinya bersama.
Untuk kamu, disana.
Aku menunggumu.
Kedatanganmu.
Semoga kau kembali.
Bekasi, 24 Juli 2015
00:48 WIB
Selasa, 21 Juli 2015
Selamat Tinggal.
Cobalah bersabar seperti dulu.
Karena ia takkan kemana-mana.
Mungkin memang hanya masalah waktu.
Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Cobalah tidak terlalu acuh seperti dulu.
Karena ia tetap akan mengirimkan pesan.
Mungkin hanya pesan singkat.
Tetapi bisa mengobati kerinduan.
Cobalah tidak terlalu berharap seperti dulu.
Karena ia takkan memperhatikan.
Mungkin hanya orang lain.
Orang lain yang selalu dikagumi.
Cobalah pendam seperti dulu.
Karena ia tetap menganggapmu teman.
Mungkin memang cuma teman.
Tetapi bisa jadi teman hidup. In shaa Allah.
Dari dulu memang selalu sama.
Tidak lebih dan tidak kurang.
Selalu seperti itu.
Konsisten.
Cobalah berkelana melihat wajah-wajah baru.
Mungkin, sudah saatnya untuk berpindah ke lain hati.
Pindah untuk indah.
Indah untuk diri sendiri dan dia.
Memang sudah saatnya.
Saatnya untuk pergi.
Ucapkan selamat tinggal.
Selamat tinggal untuk hati dan juga sang pujaan.
Selamat tinggal.
Untuk kamu.
Sang pujaan hati.
Bekasi, 21 Juli 2015 01:40
Langganan:
Postingan (Atom)